Merabai Denyut Literasi Surakarta bersama patjarmerah
Patjarmerah, Pasar Buku dan Festival Kecil Literasi Keliling Nusantara yang dijuluki oleh para pencinta buku dan media sebagai sirkus literasi keliling memutuskan singgah di Solo. Gerbang Ndalem Djojokoesoeman di Gajahan, Pasar Kliwon, Solo yang menjadi arena pasar buku dan festival literasi ini akan dibuka pada 1-9 Juli 2023 mulai pukul 09.00 hingga 22.00 WIB.
Kekayaan narasi dan sejarah panjang Surakarta jugalah yang membuat patjamerah memilih mengawali denyutnya pada 2023 di kota ini. “Selain sebelum Pandemi kami memang sempat berencana membuat patjarmerah di Solo. Itu sekitar April 2020,” cerita Windy Ariestanty, pendiri dan penggagas patjarmerah. Solo adalah tempat yang sangat kental dengan budaya literasi dan sangat banyak merekam sejarah terkait jejak penulisan masa lampau. Karya-karya klasik lahir dari Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Di antaranya Yosodipuro yang menulis Serat Wulang Reh, Paku Buwono IV dan Serat Wulang Sunu, Mangkunegara IV menulis Serat Wedhatama, Paku Buwono V menulis Serat Centhini, dan ada juga pujangga legendaris dari Kota Solo, yaitu Ki Padmasusastra dan Ronggowarsito. Selain itu, majalah dan surat kabar pertama di Indonesia pun lahir di Solo.
“Solo dengan semua ciri khas dan kedenyutannya menjadi titik tepat untuk mengawali patjarmerah 2023. Dari titik yang menjadi arena pergerakan inilah, patjarmerah akan bergerak,” sambung Windy. Banyak tokoh penting yang menggencarkan pergerakan datang dari Surakarta. Sebutlah Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan Marco Kartodikromo. Mereka mengandalkan kemampuan tulis-menulisnya di surat kabar dan berbagai macam aksi protes yang digelar dalam
rangka ”menuntut persamaan hak bumiputera”. Ada pula Tjipto Mangunkusumo yang mengkritisi sistem feodal. Sarekat Islam dan gerakan Bumi Putera.
Denyut Literasi dan Identitas Tempat
Denyut dipilih menjadi tema patjarmerah selama 2023. Kata ini menyimbolkan hidup dan upaya untuk terus hidup, termasuk di dunia literasi. Ini jugalah yang dilihat oleh Mufti Rahardjo, Sekretaris Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Dispersipda) Solo. Sebagai salah satu kebutuhan dasar yang kodrati, literasi membuat kita mendapatkan bagian dari pemenuhan jawaban kognitif (cipta), afektif (rasa), dan psikomotoris (karsa). “Seharusnyalah literasi menjadi denyut dari setiap tempat.” Bagi Mufti kehadiran patjarmerah dengan segala portofolio dan beragam aktivitasnya memberi ruang yang segar bagi masyarakat Solo dan sekitarnya.
Di mata Akhmad Ramdhon, dosen Universitas Sebelas Maret dan juga pegiat literasi Solo, jejak panjang literasi yang membentuk Solo adalah hasil perpaduan keberadaan tradisi Kasunanan dan Mangkunegaran. Kesadaran akan pentingnya kekuatan literasi ini juga turut membingkai perubahan dan modernisasi kota, salah satunya lewat pers lokal. Patahan kondisi masa lalu dan masa depan ini jugalah yang menjadi kerja-kerja strategis warga kota: pemerintah, pendidikan, dan komunitas.
“Rekam jejak patjarmerah di tiap titiknya menunjukkan mereka punya kemampuan merangkul para tiang sanggah dari ekosistem literasi, mempertemukan mereka dalam satu arena serta berkolaborasi,” kata Ramdhon. Keberadaan patjarmerah di Solo jadi terasa penting karena gerakan yang digawangi anak-anak muda ini bisa jadi pendorong, penggerak, juga pengingat bahwa sebuah tempat tanpa pondasi literasi akan kehilangan identitasnya. Revitalisasi tradisi selalu dimulai dari literasi.
patjarmerah Solo di Ndalem Djojokoesoeman
Semangat kolaborasi dan gotong royong literasi pun masih diusung patjarmerah. Di Solo, selain menggandeng Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta, patjarmerah juga berkolaborasi dengan para pegiat literasi dan komunitas lintas bidang kreatif, di antaranya Difalitera, Sastra Pawon, Kamar Kata, Kembang Gula, Lokananta, termasuk Persis. Komunitas ini akan berkolaborasi dengan jenama-jenama internasional dan nasional, seperti Netflix, Tik Tok, Bioskop Online, Facebook, dan juga para penerbit. Para penulis dan seniman
atau pekerja kreatif berbagai bidang juga turut diajak. Di antaranya Jungkat-Jungkit, Soloensis, Soerakarta Walking Tour, Solo Societeit, dan Titi Laras.
Pada salah satu sesi, Ngudhar Rasa: Meracik Masa Depan Kuliner Indonesia Lewat Tradisi Pangan, Pura Mangkunegaran bersama Lakoat.Kujawas dari Nusa Tenggara Timur, Bhumi Bhuvana dari Jogja, dan Titi Laras dari Solo akan bertukar rasa dan berbagi cerita. Penulis-penulis Solo–Sanie Kuncoro, Indah Darmastuti, Panji Kusuma, Beri Hanna. Peri Sandi Huizche pun hadir mengisi sesi-sesi di festival, berkolaborasi dengan pembicara-pembicara pilihan lainnya, seperti Joko Pinurbo, Ratih Kumala, Felix, K. Nessi, Yusi Avianto Pareanom, Martin Suryajaya, Reda Gaudiamo, Alexander Thian, Adimas Immanuel, Syahid Muhammad, Andina Dwi Fatma, dan lainnya. Tak ketinggalan penampilan istimewa dari Papermoon Puppet Theatre.
Akan ada 1 juta buku dan lebih dari 100 pembicara pilihan hadir di patjarmerah Solo. Ndalem Djojokoesoeman dipilih menjadi arena literasi karena sejarah panjangnya juga. Bangunan cagar budaya yang berdiri pada 1849 merupakan salah satu ndalem pangeran masih utuh di Solo. Bangunan ini dulunya menjadi kediaman raja pada masa Kesunanan Surakarta, khususnya keturunan Paku Buwono X dan Paku Buwono IX.