Close

November 1, 2024

Ketika Budaya Ewuh Pekewuh Mulai Pudar di Tengah Kemajuan Zaman

Di tengah kemajuan zaman, budaya atau kebiasaan yang biasa dilakukan di kehidupan sehari-hari mulai pudar. Misalnya, budaya “ewuh pekewuh”. Contoh sederhananya, dahulu kita biasa menunjukkan rasa hormat dengan menyapa guru ketika bertemu di koridor atau saat masuk kelas. Hal ini menjadi bentuk menghargai terhadap guru. Namun seiring berjalannya waktu, banyak siswa yang memilih untuk lewat begitu saja tanpa mengucapkan salam atau sekadar menyapa.

Ewuh pekewuh adalah salah satu konsep budaya Jawa yang mencerminkan nilai-nilai saling menghormati dan menjaga perasaan orang lain. Secara harfiah, “ewuh” berarti sungkan atau tidak enak, dan “pekewuh” berarti beban atau kendala. Jadi, “ewuh pekewuh” mengacu pada perasaan tidak enak hati atau segan karena adanya rasa hormat yang mendalam terhadap orang lain. Istilah ini menggambarkan perasaan yang sangat spesifik dalam budaya Jawa yaitu rasa sungkan atau segan untuk bertindak secara terang-terangan, terutama ketika tindakan tersebut bisa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Lantas, mengapa sikap “ewuh pekewuh” yang dulu sangat dijunjung tinggi, kini mulai pudar di tengah kemajuan zaman?

Sebuah video beredar di media sosial yang memperlihatkan aksi tidak sopan tiga remaja perempuan terhadap seorang lansia. Seperti diwartakan indozone.id (06/04/2021), terlihat tiga remaja perempuan sedang membuat konten TikTok dengan menggunakan sound mengenai binatang. Dalam video itu ketiga remaja perempuan beberapa kali memperlihatkan seorang wanita tua yang ada di belakang mereka dengan diiringi sebuah lagu, seolah-olah menunjukkan bahwa wanita tua itu adalah binatang yang disebutkan dalam lagu tersebut. Namun, wanita tua yang diduga memiliki kelainan mental itu terlihat tidak mengerti dengan apa yang dilakukan ketiga remaja tersebut. Sontak video tersebut viral di media sosial dan menuai beragam kecaman dari para netizen yang melihat kelakuan tiga remaja itu.

Hal tersebut tidak mencerminkan sikap ewuh pekewuh yang merupakan sikap saling menghormati terhadap orang lain, terlebih kepada orang yang lebih tua. Di era modern, dengan semakin terbukanya masyarakat dan meningkatnya interaksi antar budaya, konsep ewuh pekewuh ini tentunya sering menghadapi tantangan. Padahal ewuh pekewuh sangat penting dalam menjaga keharmonisan dalam bermasyarakat. Dengan adanya rasa ewuh pekewuh, orang cenderung lebih berhati-hati dalam berperilaku, sehingga dapat mencegah konflik.

Ewuh pekewuh dulunya merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat Indonesia, khususnya dalam budaya Jawa. Sikap ini mencerminkan penghormatan, kehati-hatian, dan kesopanan dalam berinteraksi dengan orang lain. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, beberapa nilai dan kebiasaan tradisional, termasuk ewuh pekewuh, mulai pudar.

Globalisasi, media sosial, dan perubahan generasi merupakan beberapa penyebab pudarnya budaya ewuh pekewuh. Nilai-nilai universal sering kali menggantikan norma-norma lokal. Platform media sosial mempercepat penyebaran informasi dan interaksi yang dapat menyebabkan perubahan cara orang untuk berkomunikasi. Generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan yang lebih modern mungkin lebih menekankan pada keterbukaan dalam berkomunikasi, walaupun dengan orang yang lebih tua.

Bukan hanya itu, penyebab hilangnya budaya ewuh pekewuh juga bisa terjadi karena faktor internal, salah satunya yaitu pergaulan bebas. Dalam lingkungan pergaulan bebas, norma-norma tradisional dan sopan santun sering kali tidak diutamakan. Orang mungkin merasa lebih bebas untuk berbicara atau bertindak tanpa memperhatikan dampaknya terhadap orang lain, yang mengabaikan prinsip-prinsip ewuh pekewuh. Pergaulan bebas sering kali mengarah pada interaksi yang kurang memperhatikan etika dan sopan santun. Dengan demikian, pergaulan bebas bisa mempengaruhi cara orang berinteraksi dan mengurangi budaya yang mengutamakan sikap sopan santun dan perhatian terhadap perasaan orang lain.

Dampak dari hilangnya budaya ewuh pekewuh dapat berupa perpecahan, konflik, kemunduran bangsa, hingga retaknya persatuan bangsa. Rasa tidak saling menghargai dan menghormati dapat menimbulkan perpecahan dan intoleransi. Perpecahan ini bisa merambat ke hal-hal yang lebih besar jika tidak diselesaikan dengan baik. Konflik terjadi dikarenakan tidak adanya rasa saling menghormati yang menyebabkan permusuhan, pertentangan, dan konflik. Sikap memandang masyarakat dan kebudayaan sendiri lebih baik dapat mendorong konflik antarkelompok dan kemunduran suatu bangsa dan negara. Tidak adanya sikap toleransi dan menghargai perbedaan antar masyarakat dapat menjadi sumber perpecahan dan retaknya persatuan dan kesatuan bangsa. Walaupun terlihat simple, ewuh pekewuh memiliki dampak yang cukup besar. Sebaliknya, jika kita menerapkan sikap ewuh pekewuh atau saling menghormati, dapat menciptakan keharmonisan yang memberikan banyak manfaat, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

Namun, ewuh pekewuh tentunya memiliki sisi negatif. Rasa sungkan yang berlebihan dapat menghambat komunikasi yang terbuka dan jujur. Hal ini bisa menyebabkan orang menyimpan perasaan atau pendapat mereka sendiri karena takut menyinggung perasaan orang lain. Maka dari itu, penting bagi generasi muda untuk memahami dan menghargai konsep ewuh pekewuh, akan tetapi juga bijaksana dalam menerapkannya. Menghormati perasaan orang lain adalah hal yang baik, namun juga perlu diimbangi dengan kemampuan untuk berbicara jujur dan efektif dalam beberapa situasi. Di dunia yang terus berkembang, menjaga nilai-nilai budaya seperti ewuh pekewuh sambil tetap terbuka terhadap perubahan adalah kunci mempertahankan identitas dan harmoni sosial.

Oleh: Febrianika Safara Karim SMA Muhammadiyah 1 Pati

Juara Ketiga Lomba Artikel Gelar Karya Sekolah Adipangastuti se-Jawa Tengah 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *