Close

October 31, 2025

UNTUK KAMU YANG MASIH NIREMPATI: BELAJAR DARI TANTE SHARON

Sudah lima belas hari berlalu sejak kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana. Peristiwa ini diwarnai isu perundungan dan perilaku nirempati dari beberapa mahasiswa yang terekam dalam tangkapan layar di grup percakapan yang kemudian memicu kemarahan publik di media sosial. Namun, di tengah gejolak tersebut, Ibunda Timothy, Tante Sharon, justru memancarkan keteladanan luar biasa: welas asih dan empati yang melampaui kesedihannya sendiri.

Sikap mulia Tante Sharon bukan hanya cermin dari kemuliaan seorang ibu, tetapi juga kritik tajam terhadap kondisi masyarakat yang mulai kehilangan empati, khususnya di ruang digital. Empati yang ditunjukkan Tante Sheren ini menjadi panggilan moral bagi kita semua untuk merenungkan makna sejati dari empati.

Empati Sejati Melampaui Penderitaan Pribadi

Tante Sharon memilih jalan pengampunan daripada hukuman atau balas dendam. Tindakannya mencerminkan sikap welas asih yang jauh melampaui kebencian terhadap orang yang telah menyakiti anaknya. Alih-alih menghukum, beliau memutuskan untuk menganggap pelaku yang terlibat dalam perundungan kepada anaknya sebagai “anak baru” yang harus dipantau. Hal ini merupakan sikap welas asih dari Tante Sheren dengan memperlakukan pelaku sebagai individu yang melakukan kesalahan sesaat dan berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri. Pelaku tidak dilihat sebagai musuh, melainkan sebagai orang yang membutuhkan arah yang benar.

Selain itu, Tante Sharon juga memberikan syarat “wajib lapor” kepada beberapa pelaku untuk mengedukasi dan membantu mereka berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Ini adalah langkah untuk membentuk integritas dan tanggung jawab dalam diri mereka, sekaligus membawa semangat Timothy dalam hidup mereka. Hal ini bisa disebut sebagai kehangatan di tengah kehancuran. Alih alih melampiaskan amarah saat bertemu dengan pelaku, tante Sheren memilih untuk merangkul dan memberikan nasihat yang baik.

Sikap Tante Sharon yang penuh welas asih ini mengkritik budaya nirempati yang semakin merajalela, terutama di dunia maya. Kasus ini menunjukkan bagaimana perundungan daring bisa berkembang begitu cepat, dengan individu yang merundung korban tanpa mengetahui siapa mereka sebenarnya. Tante Sheren mengungkapkan bahwa sebagian besar pelaku perundungan daring bahkan tidak mengenal Timothy secara pribadi.

Perbedaan antara sikap welas asih seorang ibu yang berduka dan konten perundungan yang penuh hinaan menjadi panggilan bagi kita semua untuk melakukan introspeksi. Tragedi ini mengingatkan kita betapa mudahnya kehilangan empati saat berinteraksi, baik di kampus maupun di media sosial.

Mengubah Duka Menjadi Perbaikan Sistem

Tante Sharon tidak hanya menunjukkan empati melalui kata-kata, tetapi juga dengan langkah konkret untuk memperbaiki sistem yang ada, yaitu fokus pada kebijakan nasional dan mendorong konseling proaktif.

Pertama, Tante menyerukan agar pihak kampus dan kementerian terkait berkolaborasi dalam membenahi pendidikan moral, mulai dari tingkat SD hingga SMA. Beliau menyadari bahwa perundungan adalah masalah nasional yang tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat perguruan tinggi. Kedua, beliau mendorong agar layanan konseling kampus lebih proaktif, untuk memastikan bahwa tidak ada mahasiswa yang merasa sendirian atau tertekan. Ini adalah langkah konkret untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa dan mencegah tragedi serupa di masa depan.

Hasthalaku: Pilar Karakter Bangsa yang Relevan di Era Digital

Dalam nilai Hasthalaku, ada nilai-nilai seperti Tepa Selira (tenggang rasa dan empati) dan Andhap Asor (bersikap berbudi luhur dan tidak angkuh). Tante Sheren menunjukkan Tepa Selira dengan memberikan tenggang rasa kepada mereka yang terlibat dalam perundungan, bahkan ketika mereka adalah pelaku yang telah menyakiti anaknya. Andhap Asor, atau rendah hati, juga terlihat jelas dalam dirinya. Meskipun ia sedang dilanda kesedihan yang mendalam, Tante Sheren tetap bersikap rendah hati dan berbudi luhur, tidak terjerumus dalam kebencian atau balas dendam.

Melalui penerapan nilai-nilai Hasthalaku ini, Tante Sharon memberi teladan hidup yang berharga bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa empati, kasih sayang, dan kebijaksanaan adalah kekuatan terbesar yang bisa mengubah dunia, khususnya dalam menghadapi tragedi.

Tante Sharon telah memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Di tengah kesedihan yang luar biasa, beliau memilih untuk mengutamakan welas asih, memberi kesempatan kedua, dan dan berharap ada perbaikan sistem. Tragedi Timothy harus menjadi titik balik bagi kita untuk menghentikan budaya nirempati dan membangun masyarakat yang lebih berempati, dimulai dari keluarga, lingkungan pendidikan, dan ruang digital kita.

Melalui keteladanan Tante Sharon, kita diajak untuk menumbuhkan empati dalam setiap langkah kita. Tidak hanya dalam keluarga, tetapi juga di media sosial dan masyarakat luas. Mari kita jadikan tragedi ini sebagai momentum moral untuk menciptakan dunia yang lebih baik, lebih peduli, dan penuh kasih sayang.

 

Sumber:
Video Podcast
https://www.youtube.com/watch?v=UjmR0DgqIgA&t=168s&pp=ygUNZGVubnkgc3VtYXJnbw%3D%3D

Berita
https://regional.kompas.com/read/2025/10/28/15515761/belajar-rendah-hati-dari-ibunda-timothy?page=all

https://www.suara.com/lifestyle/2025/10/25/111923/sosok-ibu-timothy-anugerah-besar-hati-maafkan-pembully-anaknya-ternyata-seorang-pengajar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *